Anak dan Gadget

“Usia berapa sih anak boleh bermain gadget?”

“Kapan anakku boleh punya gadget sendiri?”

Belakangan ini banyak orang tua punya kebingungan yang sama. Alasannya macam-macam, ada yang takut Si Kecil gaptek karena melihat banyak anak yang sudah berinteraksi dengan gadget, ada juga yang berawal dari rong-rongan anaknya yang minta dibelikan gadget karena temannya sudah punya gadget sendiri. Belakangan, saya juga mendatangi banyak acara dengan tema seputar ini. Jadi, sekarang saya share ya pendapat para ahli mengenai anak dan gadget.

Gadget memang punya banyak manfaat positif. Misalnya saat mendampingi anak-anak mengerjakan PR, atau saat mereka bertanya hal yang nggak dikuasai orang tua, Melalui gadget inilah orang tua bisa mendampingi Si Kecil untuk mencari informasi bersama-sama. Atau saat Si Kecil memiliki banyak kegiatan, biasanya orang tua memberikan telepon agar mereka mudah dihubungi. Sampai disitu sih manfaat gadget masih masuk akal. Tapi, menurut pendapat beberapa psikolog, kebutuhan anak sebenarnya adalah bermain. Bermain itu banyak lho jenisnya, mulai dari bermain bola, bermain boneka, bermain slime, bermain squishy, tebak gambar, bermain sepeda dan lain sebagainya.

Bermain game di handphone bisa jadi salah satu alternatif permainan. Tapi, yang terjadi belakangan justru porsi Si Kecil bermain game di handphone bisa sampai berjam-jam sehari sehingga mereka nggak melakukan aktivitas bermain lainnya. Sudah mulai jarang deh kayaknya saya melihat anak-anak yang janjian sore-sore untuk main sepeda , memanjat pohon, atau bermain bola di lapangan sekitar rumah seperti saya waktu kecil dulu. Janjian untuk saling bertemu usai jam sekolah juga sudah diganti dengan ngobrol-ngobrol di grup chat atau bertemu di media sosial. Padahal, secanggih-canggihnya gadget yang dipegang anak-anak kita, nggak akan bisa lho menggantikan hebatnya stimulasi kecerdasan yang terjadi saat anak bermain dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Malah dari artikel yang saya baca, berdasarkan penelitian dari Kementrian Sosial menyebutkan bahwa rata-rata anak Indonesia menghabiskan sampai 9 jam per-harinya menggunakan gadget. Wah! Kalau anak sudah bermain gadget selama itu, menurut dokter orthopedi beresiko terhadap kesehatan tulang belakang dan juga tulang dan syaraf pada lengan anak, lho! Bahkan, kesehatan matanya juga terancam. Sementara psikolog dan dokter kejiwaan juga menghawatirkan adanya gangguan pada otak bagian depan yang fungsinya; berpikir, mengamati, memahami bahasa sampai dengan mengendalikan fungsi motorik. Lalu pertanyaan sealnjutnya adalah: apabila anak bermain gadget selama 8-9 jam sehari, apa mungkin selama itu pula orang tua mendampingi? Kalau Si Kecil bermain gadget sampai 8-9 jam per hari tanpa pendampingan orang tua, sepertinya ada kemungkinan mereka pernah atau bahkan sering menerima konten yag nggak sesuai umurnya.

 Nah, saya juga tertarik dengan pernyataan seorang pakar telematika yaitu abah Abimanyu Wahjoehidajat yang menyatakan bahwa orang tua harus bisa melihat fungsi gadget di rumah. Apabila gadget dirasakan sudah berubah fungsi menjadi senjata yang mematikan, pikirkan kembali untuk membiarkan gadget untuk digunakan oleh anak. Bahkan, seorang psikolog juga menyatakan bahwa ketika hal itu terjadi, orang tua harus berani mengambil tindakan tegas untuk mengevaluasi kembali penggunaan gadget pada anak. Nggak perlu takut merevisi aturan di rumah seputar penggunaan gadget. Memang sih, biasanya Si Kecil akan menunjukkan reaksi penolakan seperti marah, kesal sampai tantrum. Tapi percaya deh, mereka akan segera beradaptasi dan mencari aktivitas baru yang lebih menyenangkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *